Kehadiran VOC Nederland di Pulau Kisar diakibatkan oleh Kerusuhan yang dibuat oleh orang Timor Portugis, walaupun disuatu waktu nanti VOC hadir juga, karena Kisar dan pulau-pulau sekitarnya termasuk daerah Hindia Belanda. Pada saat itu, pelayaran laut diselat Timor antara Timor-Timur dan Kisar berjalan lancar karena sejak dahulu Pulau Timor merupakan lumbung makanan bagi masyarakat Kisar dan sekitarnya, disamping memang sebagian besar masyarakat Kisar berasal dari Timor-Timur.
Peristiwa Kerusuhan itu, sesunguhnya bermula dari orang-orang negeri Abusur dari Marga Enitutun (Nakar Dau) yang berlayar ke Timor-Timur dan singgah di pantai paling ujung timur dari Timor-Timur yang bernama Walu. Orang Kisar Menyebutnya sebagai pantai Yalu yang berseberangan dengan pulau Yaco atau Nusmesi arah sebelah Timur. Ceritera sejarah yang berkembang menyatakan bahwa orang-orang dari Marga Enitutun bernama PERULU-PAUNUNU merampok bangsawan Timor-Timur yang berada di pantai tersebut, dan melarikan barang-barang berharga mereka seperti emas, perak dan lain-lain ke Kisar.
Versi kedua menyebutkan bahwa pada saat PERULU-PAUNUNU tiba di Pantai Yalu dalam pelayaran dari Kisar ke Timor-Timur, mereka menemukan banyak barang berharga yang bertaburan di sepanjang pantai dan mereka mengambil dan membawanya pulang ke Kisar. Ternyata bahwa versi kedua ini lebih cenderung diterima oleh sebagian besar masyarakat kisar, karena diungkapkan secara resmi dalam “Hiri’in-Lerne” Yotowawa, yang dalam bahasa adatnya berbunyi sebagai: “…..Perulu-Paununu nawalei-nalyara la nohomehi-la Yaluhere, holikukunala-pakromnala, ke’en paloiwain penere ….” yang artinya Perulu-Paununu dalam pelayaran ke Pantai Yalu, menemukan benda-benda berharga yang bertaburan disepanjang pantai.
Besar kemungkinan pada saat perulu Panunu Tiba di pantai Yalu, baru saja terjadi kerusuhan besar antara suku dan golongan sesama orang Timor-Timur disana, sebab berdasarkan berbagai ceritera sejarah, didaratan Timor-Timur selalu saja terjadi pertentangan yang berakhir dengan perang fisik. Perang fisik ini terjadi antara lain sebagai akibat budaya permainan judi adu ayam dengan taruhan emas, perak dan muti tanah dan lain-lain. Kisah peperangan ini juga tercatat dalam sejarah Suku Mo’olikara, tatkala datuk-datuk dizaman lampau dalam petualangannya menjelajahi daratan Timor-Timur didaerah perbatasan antara Manatuto dan Viqueque, dikaki gunung Lacluta-Samoro. Karena peristiwa adu ayam antara Suku Mo’olikara dan Suku Lakulo’o dengan taruhan besar-besaran dan terjadi perselisihan hebat yang mengarah ke perang fisik, namun dapat didamaikan oleh Suku Maupehi-Malai (Romdawa) yang secara kebetulan berada ditempat tersebut dalam perjalanan ke arah timur juga. Kisah ini kemudian dilestarikan dalam sebuah syair dalam bahasa Kisar yang digubah oleh moyang Abusur, setelah mereka bersama-sama berada di Kisar. Syair tersebut berbunyi “Howe pupunala Lacluta wo’or, Lina Melai rodi ra’aline” artinya Kabut peperangan meliputi daerah gunung Lacluta, beruntunglah dapat didamaikan oleh pendamai dari Melai.
Dari pengamatan ini, dapat saja terjadi ketika Perulu-Paununu tiba di pantai Yalu, sedang terjadi peperangan atau kerusuhan antara sesama orang Timor-Timur, yang mengakibatkan terhamburnya atau ditinggalkannya barang-barang berharga mereka, kemudian diambi dan dibawa ke Kisar. Tentu saja pengambilan barang berharga tanpasepengetahuan pemiliknya menimbulkan amarah yang luar biasa dan tentu ada dendam kesumat yang tinggi untuk mengambil kembali barang miliknya dan membalas perbuatan jahat mereka yang mengambil.
Suku-suku yang datang ke Kisar untuk membalas dendam yang disebutkan dalam Hiri’in-Lerne Pulau Kisar adalah :
-
Marna Sikka-Marna Warraki
-
Marna udama-Marna Dailoro.
-
Marna Sunputi-Marna Waikeli.
Diadaerah Kabupaten Lautem di Timor-Timur, kita akan dapat menjumpai Suku Dailoro yang memang merupakan suku besar dan dominan disana. Ceritera yang berkembang yang menyatakan bahwa bangsa Portugislah yang menyerang pulau Kisar, tidak seluruhnya benar, sebab dalam kenyataannya, hanya pemimpin rombongan atau penglima perangnya yang bernama “Paya Cruz” adalah orang Portugis, sedangkan pengikut lainnya adalah orang Timor-Timur asli. Didalam hiri’in-Lerne tersebut diungkapkan bahwa para Tokoh yang datang ke Kisar sesungguhnya adalah para bangsawan Timor-Timur yang bernama:
-
Philipus Ornay
-
Thomas Ornay.
-
Costa Ornay.
Barang-barang berharga yang hilang di Yalu, termasuk didalamnya sebuah Keris berkepala Emas yang bernama “Risampuna”, menjadi bukti sejarah, hingga sekarang tersimpan dalam perbendaharaan Raja HALONO di Wonreli. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Prof.Bernard Turch, seorang guru besar antropologi dari Brussel University Belgia, keris tersebut dari tiga jenis besi yang berlainan oleh Mpu-mpu di Jawa Timur, lebih dari 300 tahun yang lampau.
Pendaratan orang Timor Portugis ke Kisar, dilakukan pada hari Minggu 12 Setepember 1664 melalui pantai Purpura, sebuah pelabuhan laut milik orang Nomaha disebelah Timur pulau Kisar. Setelah mereka mendarat, yang pertama kali dilakukan adalah menyerang dan menyerbu masuk negeri orang Abusur di Pipideli. Dari peristiwa penyerbuan kenegeri orang Abusur ini, dapat diduga bahwa pemandu masuk orang Timor Pertugis ke Kisar adalah orang Nomaha, sebab pada saat itu orang Nomaha sedang bermusuhan dengan orang Abusur. Mereka bermusuhan karena moyang Lekloor-Maupehi (Mauradi-Romdawa) membantu Yoto memerangi orang Reitaubun-Lailupun, sehingga tergusur dari tempat mereka yang semua di Yoto, dan beralih tempat tinggal untuk bermukim di Nomaha sekarang.
Dugaan ini menjadi semakin kuat jika dilihat bahwa pada medio September, situasi pelabuhan laut dipantai timur pulau Kisar, sangat tidak bersahabat untuk disinggahi oleh kapal laut atau Perahu layar, karena sedang bertiup angin timur dengan keras, sehingga pelabuhan laut yang aman disinggahi pada bulan September justru ada disebelah barat, tetapi dalam kenyataannya mereka tetap mendarat dipantai Purpura disebelah timur. Para perusuh ini membuat panik masyarakat Kisar, sehingga terjadi eksodus besar-besaran keluar Kisar, antara lain ke Timor-Timur dan letti, termasuk keluarga Raja HIHILELI-HALONO. Anak-anak PAKAR seperti MAULEWEN-PAERARA, diungsikan bersama harta benda Kerajaan ke daerah Lautem di Desa Loho-Panu, sedangkan PAKAR bersama saudaranya POOROE mengungsi ke Letti. Dalam pengungsian ke Letti itulah, PAKAR bertemu dengan orang dari pulau Damer negeri Ilih bernama TERRY-DAWARKAY yang memberitahu PAKAR bahwa di Bandaneira ada orang-orang VOC yang dapat memberi bantuan. PAKAR dan POOROE kemudian meminta bantuan TERRY-DAWARKAY untuk mengantar mereka dengan perahu ke Bandaneira mencari bantuan VOC guna mengusir orang Timor Portugis di Kisar begitu dasyatnya, seperti yang terungkap dalam hiri’in-Lerne Yotowawa sebagai berikut: “…….Hamarala Yotowawa nina kuku, kuku paki, hehille Yotowawa nina eni, eni namo’o, nala Marna maki-wuhur molu, ma’arleli paki-laurmaha pa’aha, rikrika Yotowawa, he’e-he’e Yotowawa, mana lo’o loiloro-mana lo’o palikahi, mana lo’o ohen holie-la’uen holie…” yang secara bebas diartikan sebagai sebagai ……begitu ganasnya penyerangan tersebut, sehingga membuat kematian para pembesar dan petinggi adat , rumah-rumah adat bergengsi musnah, akibat negeri terbakar, sehingga nyaris dihuni oleh binatang dan satwa liar…...
(Sumber: SEJARAH PULAU NEGERI WONRELI DAN HUBUNGANNYA DENGAN NEGERI LAIN DI PULAU KISAR oleh : PAERARA J.Z.PETRUSZ dan LAKAY A.F.MARCUS- Yayasan Pengembang Inisiatif Masyarakat (Yapinmas) Kupang- 2002)
Setelah Perang usai maka MAULEWEN-PAERARA dipulangkan dari Desa Loha Panu dan mengajak dua anak suku Mauko’o dari Desa Loha Panu bernama “WONRUPI” dan “ARDOKO”. ARDOKO sekarang beranak cucu dan mendiami daerah Kiou dengan Matarumah Mekilour sedangkan WONRUPI oleh seorang Pendeta berkebangsaan Belanda yang bernama CHRISTIAAN VAN DE BOER mengganti nama “WONRUPI” menjadi “CHRISTIAAN” yang menjadi Marga Keluarga Besar CHRISTIAAN di pulau Kisar sampai sekarang ini.
Mata rumah Mauko’o yang di huni oleh Marga CHRISTIAAN di pulau Kisar setelah perang dan Maulewen Paerara pulang dari Loha Panu dan membawa Wonrupi dan Ardoko maka untuk penghormatan terhadap kedua anak suku Mauko’o tersebut oleh Raja Hihileli-Halono dan untuk mengikatnya memberikan tanah Halonolewen dan Pornasa di daerah sekitar pantai Kiou sebagai tanda ikatan dan memasukan matarumah Mauko’o didalam satu persekutuan dengan Hihileli-Halono yaitu Mauko’o menjadi satu persekutuan dengan Matarumah Donili-Rehiara. (Versi Penulis: yang didapat dari ceritera lisan orang tua/ayahanda Partilu Oktovianus Christiaan sebelum wafat)
Bahwa pada zaman orang Portugis datang membuat kerusuhan di Pulau Kisar, maka Raja Pakar (KOHOLOUK) punya anak-anak bernama MAULEWEN dan PAERARA serta emas-emas pusaka HIHILELI-HALONO dilarikan/diungsikan ke Lohapanu negeri suku Mauko’o di daerah Lautem (Timor Timur- sekarang Timor Leste) disembunyikan dan dipelihara disana.
Disaat VOC Belanda sudah menguasai Kisar dan negeri sudah aman barulah MAUSOKOLAI dari Palikahi bersama orang-orang perangkat ROMO HALONO ke Loha Panu jemput MAULEWEN PAERARA bersama emas pusaka dibawa pulang ke Kisar. Maka ada dua orang teman akrab sepermainan MAULEWEN PAERARA bernama WONRUPI dan ARDOKO mau ikut bersama-sama untuk tinggal di Kisar.
Setiba di Kisar WONRUPI dan ARDOKO dilindungi oleh MAUSOKOLAI di Palikahi dan MAUSOKOLAI setelah itu mengawinkan WONRUPI dengan saudara perempuannya bernama HARAWERU, maka HIHILELI-HALONO memberikan tanah Pornasa dan Halonlewen didaerah Kiou kepada WONRUPI ARDOKO sebagai balas jasah orang Mauko’o di Loha Panu terhadap HIHILELI-HALONO.
Kemudian saat di DAHOLO – LOILIRA di bangun, maka Mata rumah Mauko’o dibangun disamping mata rumah Palikahi (rahineli- rapnu’ik, rakaka ra’ali) dan bergabung dengan Donili bersekutu untuk rahaini’i wuku – rayapi wuku, makiwuku – moluwuku dalam perikatan negeri besar WOORILI – SOKOLAI. (Versi : PAERARA J.Z.PETRUSZ (dalam tulisan tangannya sendiri tentang Sejarah ringkas suku mauko’o- April 2001).
Penulis:
Drs.H.N.Christiaan,M.H
(Komisaris Polisi: pada Badan Reserse Kriminal Markas Besar Kepolisian Republik Indonesia)